Sejarah
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari terletak di Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah perbukitan kapur / KARST atau yang lebih dikenal sebagai kawasan Gunung Seribu. Kabupaten Gunungkidul masuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan batas wilayah sebagai berikut : sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Wonogiri dan Pacitan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sleman, Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Bantul sementara sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, luas wilayah Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan mencapai 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari keseluruhan wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari menempati lokasi di Dusun Jeruksari, Kalurahan Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Berada di jantung kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul atau sebelah utara kantor Bupati Gunungkidul yang beralamat di Jalan Taman Bhakti nomor 06 Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta Kode Pos 55812.
Sejarah RSUD Wonosari Kabupaten Gunungkidul tak terlepas dari sejarah Rumah Sakit Petronella Zaman Hindia Belanda. Dipelopori oleh rumah sakit Petronella sebagai rumah sakit yg tertua dan terbesar, maka pada kuadran pertama abad XX mulai dirintis dan dikembangkan beberapa rumah sakit zending Petronella di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta, termasuk di Wonosari Gunungkidul.
Kondisi saat itu yg penuh dengan tantangan dan keterbatasan sarana prasarana menyebabkan rumah sakit Petronella dan Zending Petronella menghadapi tugas yg sangat berat karena keterbatasan dokter, perawat, peralatan , ruang rawat inap, obat,transportasi, komunikasi dan pendanaan. Zending Petronella di Gunungkidul menghadapi banyak kendala sehingga dokter dan staf terus bekerja dengan penuh perjuangan dan siap melayani, terlebih pada saat Gunungkidul mengalami wabah Pathek , Pes, Kwasiorkor (kurang Protein), HO, Marasmus (kurang Kalori) dan Penyakit Kulit. Pelayanan kesehatan terus dilakukan dengan cara merawat dan memberikan obat-obatan secara insidentil .
Balai Pengobatan Zending Petronela berupaya memperkenalkan cara pengobatan model negara barat kepada penduduk pribumi Gunungkidul yang jumlahnya besar. Keterbatasan dokter , peralatan medis, ruang perawatan, perawat yang berpengalaman dan terdidik menjadi kendala saat itu. Jaman itu, dimulai penyelidikan dengan mikroskop yang dapat menentukan penyakit yang umum terjadi di masyarakat seperti malaria, desentri dan penyakit lainnya . Ketersediaan Obat yang terbatas juga menjadi kendala saat itu. Obat diibaratkan seperti “ setetes air“ bagi penduduk pribumi yang jumlahnya ratusan ribu orang.
Balai Pengobatan Zending Petronella Wonosari Gunungkidul yang menjadi cikal bakal
RSUD Wonosari saat ini. (Foto : Dok. RS Bethesda )
Selanjutnya Zending Petronella Wonosari melakukan pendidikan “juru rawat“ bagi penduduk pribumi. Walaupun yang dilatih berasal dari lingkungan desa dan hanya lulus Sekolah Rakyat tetapi justru memiliki sisi komunikasi yang efektif. Artinya justru mereka mampu melakukan komunikasi efektif dengan masyarakat pribumi. Mereka dididik dan dilatih menggunakana mikroskop untuk mendeteksi adanya bakteri, sehingga secara perlahan dapat mengerti dan menguasai cara pengobatan barat. Adanya juru rawat pribumi ini berpengaruh pada peningkatan kepercayaan rakyat terhadap Zending Petronella Wonosari.
Semakin tingginya kepercayaan rakyat pada Zending Petronella Wonosari, sehingga Rumah Sakit Petronella Pusat di Kota Yogyakarta mempunya keinginan untuk meningkatkan Zending Petronella menjadi semacam Balai Pengobatan. Setelah dilakukan evaluasi saat itu, dapat disimpulkan bahwa yang dibutuhkan adalah balai pengobatan yang baik dan dikelola dengan bekerjasama dengan rumah sakit induk/pusat di Kota Yogyakarta.
Bekerjanya sistem pelayanan kesehatan ini seperti saringan, dalam arti penyakit-penyakit ringan ditangani di Zending Petronella sedangkan yang lebih berat dirawat di rumah sakit pembantu. Sedangkan penderita berat yang tidak mampu ditangani , dikirim ke rumah sakit induk. Sehubungan dengan ide sistem pelayanan kesehatan ini maka berkembang pemikiran untuk memiliki kendaraan angkut pasien (ambulance).
Rumah Sakit Pusat /Induk Petronella di Kota Yogyakarta
selanjutnya menjadi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta (Foto : Dok. RS Bethesda )
Menghadapi situasi kesehatan masyarakat pribumi saat itu, dr. H.S. Pruys (pimpinan Petronella Pusat / Induk di Kota Yogyakarta) berupaya mendirikan rumah sakit pembantu dengan mengadakan kerjasama bersama Pemerintah Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1912. Upaya yang ditempuh oleh dr.H.S. Pruys ternyata tidak semuanya disetujui oleh pemerintah kolonial belanda saat itu. Alasan tidak disetujuinya itu karena “kondisi rentan“ artinya penanganan penyembuhan terhadap masyarakat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai wewenang sepenuhnya (profesional). Selain itu keadaan ekonomi rakyat dan kekurangan tenaga kesehatan akan berpengaruh pada pelayanan medis yang “tidak optimal “ kepada rakyat . Tantangan tersebut justru memotivasi dr.H.S. Pruys untuk mewujudkan cita-citanya.
Prof. Snijders, guru besar ilmu pengobatan tropik dari Universitas Amsterdam setelah mengadakan kunjungan kepada rumah sakit Zending di Pulau Jawa membuat analisa bahwa keberadaan rumah sakit dan balai pengobatan zending makin menarik dan mantap . Hal ini disebabkan karena Zending inilah yang paling dekat berhubungan dengan rakyat pribumi (rakyat jajahan Kolonialisme Belanda). Pada akhirnya para dokter di Semua Zending Petronella di jawa berusaha dengan sungguh-sungguh menjalani panggilan hidup mereka . Mereka membaur dan bersatu dengan kaum pribumi . Mereka hidup bersama rakyat dengan tata lingkungan hidup rakyat pribumi. Selain itu suasana rumah sakit zending disesuaikan dengan tata hidup lingkungan rakyat sehingga tidak menimbulkan gangguan ketertiban.
Pada perkembangannya organisasi rumah sakit zending di sekitar Yogyakarta dan khususnya Wonosari mampu memberikan pemeliharaan kesehatan rakyat . Sebagai rumah sakit pusat adalah rumah sakit Petronella (Saat ini Bethesda ) dengan peralatan yang lengkap, mempunyai tenaga perawat Eropa dan pribumi yang banyak. Sedangkan balai pengobatan Zending Petronella dijadikan sebagai rumah sakit pembantu dan dipimpin oleh seorang perawat yang berpengalaman. Mereka didukung dengan alat komunikasi telepon dengan rumah sakit pusat serta memiliki mobil poliklinik yang secara teratur membuat jadwal perjalanan keliling bagi masyarakat.
Balai Pengobatan Zending Petronella Wonosari akhirnya pada jaman akhir pendudukan Jepang dan awal kemerdekaan Republik Indonesia dipindahkan ke Balai Pengobatan di Dusun Jeruksari Wonosari. Pemindahan tersebut berdasarkan data arsip tertulis yang diperoleh dari kantor Arsip Nasional Republik Indonesia yang diperoleh keterangan bahwa Balai Pengobatan Klinik Wonosari ditutup sejak tanggal 1 Desember 1948. Penutupan itu diikuti dengan pemindahan Balai Pengobatan Zending Petronella Wonosari ke Jeruksari saat ini. Bersadarkan kesepakatan dan pertimbangan khusus maka hari Lahir RSUD Wonosari ditetapkan pada tanggal 24 Desember 1948.
Sejak awal berdirinya sampai sekarang, RSUD Wonosari telah mengalami beberapa peningkatan baik mengenai fisik bangunan, sarana dan prasarana rumah sakit hingga peningkatan jumlah sumber daya manusianya. Selain itu juga mengalami peningkatan status rumah sakit, dari type D menjadi type C pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 201/MENKES/SK/II/1993 tanggal 26 Februari 1993.
(UPKRS)