ROUND TABEL DISCUSSION BERTEMA “Bring The Right Bronchodilators for COPD Patients” DI RUANG BIMA
Kamis (09/04) di Ruang Bima diselenggarakan diskusi dengan tema " Bronkodilator yang tepat untuk pasien COPD". Diskusi mengundang narasumber dr. Paulus Wisnu Kuncoromurti, Sp.P dari RSUD Wonosari. Pengetahuan, pengalaman klinis pasien COPD (PPOK) ini sangat penting karena kasus covid-19 memiliki kemiripan dengan kasus COPD. Peserta diskusi adalah para kepala ruang perawatan di RSUDW.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru kronis yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara dan gejala penapasan yang menetap, berhubungan dengan abnormalitas jalan napas dan/atau alveolus. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh paparan signifikan partikel atau gas asing dan dipengaruhi pula oleh faktor host seperti perkembangan sel paru yang abnormal. Di Indonesia, PPOK merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama.
Penatalaksanaan PPOK secara umum bertujuan untuk mencegah progresivitas penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, meningkatkan status kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi dan eksaserbasi, serta menurunkan angka kematian. Terapi pada PPOK sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berikut ringkasan utama kuliah dr. Wisnu:
Sesak napas
- Pasien yang mengalami sesak napas menetap atau keterbatasan aktivitas dengan bronkodilator kerja panjang monoterapi, direkomendasikan menggunakan 2 bronkodilator. Apabila penambahan bronkodilator kerja panjang kedua tidak memperbaiki gejala, direkomendasikan penggunaan bronkodilator monoterapi kembali (step down). Penggantian alat inhaler atau jenis obat dapat dipertimbangkan.
- Pasien yang mengalami sesak napas menetap atau keterbatasan aktivitas dengan kombinasi LABA dan ICS, dapat ditambahkan LAMA untuk eskalasi terapi (triple therapy). Sebagai alternatif, dapat dipertimbangkan penggantian kombinasi LABA dan ICS dengan kombinasi LABA dan LAMA apabila terdapat ketidaktepatan indikasi penggunaan ICS (sebagai contoh, ICS digunakan untuk mengatasi gejala tanpa adanya riwayat eksaserbasi, kurangnya respon dari penggunaan ICS atau adanya efek samping ICS.)
- Pada kelompok manapun, adanya sesak napas karena penyebab lain (bukan PPOK) harus diinvestigasi dan diobati dengan tepat. Teknik inhalasi dan kepatuhan pasien harus dipertimbangkan sebagai penyebab respon terapi yang tidak adekuat.
Eksaserbasi
- Pasien yang mengalami eksaserbasi menetap dengan penggunaan bronkodilator kerja panjang monoterapi, direkomendasikan eskalasi terapi ke kombinasi LABA dan LAMA atau LABA dan ICS. Kombinasi LABA dan ICS dapat dipilih pada pasien dengan riwayat asma. Jumlah eosinofil darah dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan kemungkinan yang lebih besar berespon baik terhadap ICS. Pasien dengan karakteristik 1 kali eksaserbasi per tahun dan jumlah eosinofil darah ≥300 sel/μL lebih cenderung merespon terhadap kombinasi LABA dan ICS. Pada pasien dengan ≥2 kali eksaserbasi sedang per tahun atau sedikitnya mengalami satu kali eksaserbasi berat yang membutuhkan rawat inap dalam tahun sebelumnya, kombinasi LABA dan ICS dapat diberikan apabila jumlah eosinofil ≥100 sel/μL.
- Terdapat 2 rekomendasi alternatif pada pasien yang mengalami eksaserbasi lebih lanjut dengan penggunaan kombinasi LABA dan LAMA, yaitu:
- Eskalasi terapi ke kombinasi LABA+LAMA+ICS. Respon yang baik dari penambahan ICS ditunjukkan pada pasien dengan jumlah eosinofil ≥100 sel/μL.
- Tambahkan Roflumilast atau Azithromycin bila jumlah eosinofil <100 sel/μL.
- Pasien yang mengalami eksaserbasi lebih lanjut dengan penggunaan LABA dan ICS, direkomendasikan eskalasi terapi ke kombinasi 3 macam obat dengan menambahkan LAMA. Sebagai alternatif, terapi dapat diubah menjadi kombinasi LABA dan LAMA, apabila tidak ada respon yang baik dari ICS, atau adanya efek samping ICS.
- Pasien yang masih mengalami eksaserbasi dengan kombinasi LABA+LAMA+ICS:
- Penambahan Roflumilast dapat dipertimbangkan pada pasien dengan prediksi nilai FEV1 <50% dan bronkitis kronik, khususnya jika mengalami minimal sekali perawatan di rumah sakit untuk sekali eksaserbasi dalam tahun sebelumnya.
- Penambahan makrolida. Pilihan terbaik adalah Azithromycin, terutama pada mereka yang saat ini bukan perokok. Pertimbangkan juga perkembangan resistensi organisme.
- Penghentian terapi ICS. Hal ini dapat dipertimbangkan apabila terdapat kurangnya laporan efikasi dan peningkatan risiko efek samping (termasuk pneumonia). Akan tetapi, pada pasien dengan jumlah eosinofil darah ≥300 sel/μL. memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami eksaserbasi lebih lanjut setelah penghentian ICS.
Semoga acara ini bermanfaat .
(UPKRS, 2021)
- By admin
- 09 April 2021
- 17